Rabu, 21 Juli 2010

CTL

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
Ciptakan masyarakat belajar
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara


Strategi Pembelajaran CTL

Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring). Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual :
1. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2. Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
3. Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri.
4. Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.
5. Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6. Menggunakan penilaian otentik
Disamping itu pula bahwa CTL merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami: Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua: CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
Karakteristik Pembelajaran dengan CTL
1) Kerja sama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan, tidak membosankan
4) Belajar dengan bergairah
5) Pembelajaran terintegrasi
6) Menggunakan berbagai sumber
7) Siswa aktif
8) Sharing dengan teman
9) Siswa kritis guru kreatif
10) Dinding kelas & lorong-lorong penuh hasil karya siswa, peta-peta, gambar-gambar, artikel, humor,dll.
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,karangan siswa,dll.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Komponen CTL
Pada pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning), ada tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Cuntructivisme, Inquiri, Quistioning, learning commonity, modelling, reflection, dan Authentic assessment (Depdiknas, 2002: 10-19) antara lain sebagai berikut :


1) Konstruktivisme (construktivisme)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis,yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan:
(a). Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
(b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
(c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan" menurut buku"

Siklus inkuiri:
a. Obsevasi (Observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d. Pengumpulan data (Datagathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)

Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu "Tidak". Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia (menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukansendiri"
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
a) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b) Mengamati atau observasi
c) Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya
d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

a. Menggali informasi,baik administrasi maupun akademis.
b. Mengecek pemahaman siswa
c. membangkitkan respon kepada siswa
d. mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
e. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f. menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g. untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar(learning community).
Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.

Implementasi Pembelajaran CTL

Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
b) Sendiri.
c) Menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
d) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
e) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
f) Ciptakan'masyarakat belajar'(belajar dalam kelompok-kelompok).
g) Hadirkan 'model 'sebagai contoh pembelajaran.
h) Lakukan refleksi diakhir pertemuan.
i) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara :
i. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Proses belajar dalam CTL tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran saja, tetapi mengutamakan proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sehingga proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung.
ii. CTL mendorong siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata. Dalam hal ini siswa dituntut menangkap hubungan antar pengalamn belajar di sekolah dengan kehidupan nyata dengan maksud agr siswa dapat mencari korelasinya sehingga materi pelajaran yang didapat akan lebih baik bermakna secara fungsional. Lebih dari itu materi yang didapatkan akan tertanamkiatdibenaksiswa.
iii. CTL mendorong siswa menerapkan konsep dalam kehidupan. Dalam hal in dapat dimaknai bahwa materi yang telah didapat siswa bukan hanya sebagai konsep yang ada diingatan saja, tetapi materi yang telah dipelajari dan didapatkan diharapkan dapat dilaksanakan dan digunakan dalam kehidupan sehri-hari. Wina Sanjaya (2005: 209).

Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL)
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar dapat dilakukan dengan langkah berikut ini:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonsruki sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin untuk kegiatan inkuiri untuk semua topic ( sesuai dengan kemampuan anak).
3. Kembangkan dan rangsang sifat ingin tahu anak dengan bertanya ( motivasi anak untuk bertanya).
4. Ciptakan masyarakat belajar (anak belajar dalam kelompok atau ciptakan interaksi belajar antar siswa) .
AUTENTIC ASSESMENT ( PENILAIAN YANG SEBENARNYA)
Assessment adalah proses pengumpulan data yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Hal itu dilakukan guru untuk mengetahui dan memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Karena data yang dikumpulkan menekankan proses pembelajaran, maka data harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa ketika melakukan proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan hanya dari hasil. Katakteristik Autentic Assessment antara lain :
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran.Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif.
Yang diukur keterampilan bukan mengingat fakta. Dan Terintegrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar